Rabu, 12 Februari 2014
PARAGRAF DAN PENGEMBANGANNYA
Disusun
:
Kelompok
5
v Ade Khoirunisa NIM 1112016100008
v Eka Safitri NIM 1112016100022
v Mukhti Ayuni NIM 1112016100029
v Wulan Apriani NIM 1112016100030
Dosen
Pembimbing:
Dra. Siti Sahara
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN
PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum, wr, wb.
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah swt atas
curahan nikmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis mampu
menyelesaikan makalah ini. Solawat dan salam semoga tetap terlimpahkan pada
Rasulullah Muhammad saw. Dalam makalah
ini penulis
membahas masalah yang berhubungan
dengan
Paragraf dan Pengembangannya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing, Ibu Dra. Siti Sahara dan
orang tua penulis serta semua pihak-pihak yang telah
terlibat dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah
ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan waktu,
tenaga, dan pikiran. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan dari pembaca semuanya. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Bahasa merupakan alat komunikasi. Melalui bahasa, kita dapat
memberi maupun menerima informasi. Bahasa mencakup kedalam empat aspek penting,
yaitu: berbicara, mendengar, membaca, dan menulis. Seseorang yang menguasai
bahasa lisan secaraaktif belum tentu menguasai bahasa tulis secara aktif juga.
Betapa banyak orang yang pandai berbicara di depan umum, tetapi tidak mudah
menuangkan idenya dalam bentuk bahasa tulis. Demikian pula sebaliknya.
Bahasa lisan dan bahasa tulis merupakan dua ragam bahasa yang
sangat berbeda. Bahasa lisan dihasilkan oleh alat ucap dan unsur nonbahasa
lainnya, sedangkan bahasa tulis dihasilkan dengan penggunaan lambang bahasa
berupa tulisan. Bahasa lisan dikenal kali pertama oleh manusia ketika dia
mendengar orang disekitarnya berbicara, sedangkan bahasa tulis baru dikenal
setelah anak mengenal huruf. Bahkan, bahasa tulis baru dikenal ketika suatu
bangsa mengenal peradaban. Ini menyiratkan bahwa ragam lisan dan tulis tidak dapat
disamakan begitu saja[1].
Ketika berbicara, seseorang tidak memerlukan huruf, tanda baca,
paragraf, dan lain-lain. Seperti yang digunakan pada saat dia menulis. Demikian
pula, ketika menulis, seseorang tidak memerlukan unsur-unsur nonbahasa seperti
mimik, situasi, intonasi, dan sebagainya untuk mengungkapkan buah pikirannya.
Dalam penguasaan bahasa tulis, salah satu hal yang perlu diingat
ialah penguasaan menyusun paragraf yang baik. Seorang penulis dituntut untuk
menuangkan ide dan pikirannya secara teratur dan terorganisasi ke dalam
jenjang-jenjang tulisan: kata atau diksi, kalimat, paragraf, subbab, bab atau
wacana, dan buku. Tentu saja, seseorang tidak akan mampu membuat sebuah
paragraf jika tidak menguasai sistem ejaan, penggunaan kata, dan kalimat dengan
baik[2] .
Menulis juga merupakan salah satu aspek bahasa yang cukup sulit.
Dalam menulis, terdapat beragam aturan. Salah satunya adalah dalam penulisan
paragraf. Menyusun suatu paragraf yang baik harus memperhatikan beberapa aspek.
Aspek-aspek tersebut antara lain adalah ide pokok yang akan dikemukakan harus
jelas, semua kalimat yang mendukung paragraf itu secara bersama-sama mendukung
satu ide, terdapat kekompakan hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lain
yang membentuk alinea, dan kalimat harus tersusun secara efektif (kalimat
disusun dengan menggunakan kalimat efektif sesuai ide bisa disampaikan dengan
tepat)[3].
Dewasa ini, masih banyak pelajar yang belum memahami betul mengenai
penulisan paragraf. Oleh karena itu, untuk lebih memahami bagaimana menyusun
sebuah paragraf yang benar dan mengetahui berbagai macam jenis paragraf, maka
penulis akan mencoba membahas mengenai Paragraf dan Jenis-jenis Paragraf Serta
Pengembangannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Paragraf
Kemampuan menerapkan Ejaan Yang Disempurnakan, memilih diksi yang
tepat, dan membuat kalimat efektif tidak sepenuhnya menjamin seseorang dapat
menulis dengan baik. Ada satu syarat yang sangat penting yang harus dipenuhi
oleh penulis yaitu seseorang dituntut mampu menghubung-hubungkan kalimat dengan
kalimat dalam satu kesatuan yang koheren atau padu. Kepaduan tersebutdiikat
oleh bahasa yang sistematis dan logis. Tidak ada satu pun kalimat yang sumbang
yang menyimpang dari topiknya. Jika ada, kalimat seperti itu harus dihilangkan.
Kalimat-kalimat yang berhubungan untuk membicarakan satu topik tertentu itulah
yang disebut paragraf[4].
Paragraf juga didefinisikan secara bermacam-macam, mulai dari yang
sederhana hingga yang cukup rumit dan terperinci. Pertama, perlu disebutkan
bahwa paragraf sesungguhnya merupakan sebuah karangan mini. Dikatakan sebagai
karangan mini karena sesungguhnya segala sesuatu yang lazim terdapat di dalam
karangan atau tulisan, sesuai dengan prinsip dan tata kerja karang-mengarang
dan tulis-menulis pula, terdapat pula dalam sebuah paragraf. Maka dapat
dimengerti kalau di dunia perguruan tinggi, misalnya saja, tugas untuk
mengarang atau menulis ilmiah itu sering hanya dibatasi dalam satu paragraf.
Atau setidaknya, hitungan panjang-pendeknya karangan itu dihitung
dalam sesuai dengan banyak atau jumlah paragraf. Kalimat-kalimat di dalam paragraf
itu harus disusun secara runtut dan sistematis, sehingga dapat dijelaskan
hubungan antara kalimat yang satu dan kalimat lainnya dalam paragraf itu. Satu
hal lagi yang harus dicatat di dalam sebuah paragraf, yakni bahwa paragraf itu
harus merupakan satu kesatuan yang padu dan utuh[5].
Pengertian diatas menyiratkan bahwa sebuah paragraf itu harus
mengandung pertalian yang logis antar kalimatnya. Tidak ada satu pun kalimat di
dalam sebuah paragraf yang tidak bertautan, apalagi tidak bertautan dengan ide
pokoknya. Ide pokok dalam sebuah paragraf sesungguhnya merupakan sebuah
keharusan. Sama persis dengan sebuah kalimat yang dituntut memiliki pesan pokok
yang hanya disampaikan, sebuah paragraf juga mutlak harus memiliki ide utama
atau pikiran pokok itu. Tanpa ide pokok demikian itu, sebuah kumpulan kalimat
tidak dapat dianggap sebagai sebuah paragraf.
Jadi, pertautan yang terjadi antara kalimat satu dan kalimat yang
lainnya itu mengandaikan terjadinya kepadua dan kesatuan unsur-unsur yang
membangun paragraf itu. Itulah kenapa dipersyaratkan bahwa paragraf itu harus
merupakan kalimat-kalimat yang sistematis susunannya, utuh dan padu pertautan
makna dan bentuknya. Pemahaman yang berbeda ihwal paragraf menegaskan
bahwa untaian kalimat-kalimat yang
membentuk paragraf itu harus dapat digunakan untuk mengungkapkan
pikiran-pikiran atau ide-ide yang jelas. Pikiran atau ide yang diungkapkan
tersebut terdiri dari pikiran utama sebagai pengendalinya dan pikiran-pikiran
penjelas sebagai penopangnya.
Dengan pemahaman seperti diatas itu dapat ditegaskan bahwa
sesungguhnya sebuah paragraf harus mengemban ide pokok atau ide utama. Tanpa
ide pokok atau ide utama yang jelas demikian itu, sebuah paragraf pasti tidak
akan memiliki kendali. Ide utama paragraf harus ditempatkan pada posisi yang
jelas, sehingga pengembangan terhadap modem utama itu akan mudah dilakukan.
Penempatan ide utama yang jelas tersebut sekaligus juga akan menentukan jenis
tulisan atau karangan yang akan diemban oleh paragraf itu. Maksudnya, apakah
tulisan itu sebuah deskripsi, sebuah argumentasi, sebuah narasi, sebuah
eksposisi, sesungguhnya dapat dilihat dari keberadaan dan penempatan ide pokok paragraf
tersebut[6].
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa paragraf bukan
sekedar kumpulan kalimat. Artinya, tulisan yang terdiri dari sekumpulan kalimat
belum tentu paragraf. Dikategorikan paragraf jika sekumpulan kalimat tersebut
terdiri dari satu kalimat topik dan beberapa kalimat penjelas. Tentu saja
antara satu kalimat dengan kalimat lain dalam paragraf tersebut haruslah
berhubungan disamping itu, penjelasan tentang topik itu tidak boleh ada yang
terlewatkan[7].
Supaya bagian-bagian yang dibicarakan tersebut tidak ada yang terlewatkan dan
tidak terbahas sampai dua kali, perlu dibuat kerangka paragraf seperti di bawah
ini :
1.
Tentukan terlebih dahulu sesuatu yang ingin dibicarakan (topik)
yang bersifat umum.
2.
Uraikan topik tersebut menjadi bagian-bagian penjelas menjadi lebih
spesifik.
B. Syarat-syarat Paragraf yang Baik
Dalam menyusun paragraf yang baik, seorang penulis dituntut untuk
memperhatikan syarat paragaraf yang baik, yaitu kesatuan, kepaduan (koherensi),
dan kelengkapan.
1.
Kesatuan Paragraf
Kesatuan paragraf adalah unsur yang membangun sebuah paragraf
tersebut. Sebuah paragraf yang baik, biasanya tediri dari satu kalimat topik
atau kalimat utama atau kalimat inti dan beberapa kalimat penjelas. Ciri-ciri
kalimat utama adalah mengandung
permasalahan yang berpotensi untuk diuraikan, berdiri sendiri, di awal
(deduktif) dan diakhir (induktif)[8].
2.
Kepaduan (Koherensi) Paragraf
Syarat yang kedua adalah kepaduan (koherensi). Maksudnya, dalam
sebuah paragraf tidak boleh ada kalimat yang tidak ada hubungannya atau
menyimpang dari paragraf itu. Walaupun terdiri dari beberapa kalimat,
penjelasnya benar-benar membicarakan satu topik yang ada dalam kalimat inti.
Jika sumbang atau menyimpang dari topik kalimat tersebut harus dibuang.
3.
Kelengkapan Paragraf
Sebuah
paragraf dikatakan lengkap apabila di
dalamnya terdapat kalimat-kalimat penjelas secara lengkap untuk menunjuk pokok
pikiran atau kalimat utama. Ciri-ciri kalimat penjelas yaitu berisi penjelasan
berupa rincian, keterangan, contoh, dan
lain-lain. Selain itu, kalimat penjelas berarti apabila dihubungkan
dengan kalimat-kalimat di dalam paragraf. Kemudian kalimat penjelas sering
memerlukan bantuan kata penghubung, baik kata penghubung antarkalimat maupun
kata penghubung intrakalimat[9].
Kelengkapan
paragraf berhubungan dengan cara mengembangkan paragraf. Paragraf dapat
dikembangkan dengan cara pertentangan, perbandingan, analogi, contoh, sebab
akibat, definisi dan klasifikasi.
C. Jenis-jenis Paragraf
Paragraf
dalam sebuah karangan biasanya terbagi dalam tiga jenis, yakni paragraf
pembuka, paragraf pengembang, dan paragraf penutup. Karangan atau tulisan
minimal dalam bidang apa pun, hampir selalu memiliki konstruksi tiga paragraf
demikian ini. Dalam konteks surat-menyurat atau korespondensi, prinsip tiga
paragraf demikian juga berlaku. Sebuah surat akan dikatakan baik bila memiliki
kualifikasi yang baik pada tiga jenis paragraf seperti yang disebutkan di depan
itu[10].
Sebuah
karya ilmiah, baik popular maupun akademik yang berlaku universal itu, juga
mengikuti prinsip penjenisan paragraf seperti yag disampaikan di depan itu.
Esei ilmiah yang kita tukis untuk sebuah media massa, mungkin wujudnya kolom,
catatan, opini, feature, atau yag lainnya, juga dipastikan akan setia dengan
penjenisan paragraf yang demikian ini. Marilah kita cermati jenis-jenis
paragraf tersebut satu demi satu.
1.
Jenis Paragraf Berdasarkan Posisi dalam suatu Karangan atau
Berdasarkan Tujuan
a.
Paragraf pembuka
Dapat dikatakan sebagai paragraf pembuka karena tugaas pokonya
memang adalah membuka danmengantarkan pembaca agar dapat memasuki paragraf-
paragraf pengembang yang akan dihadirkan kemudian. Sebagai pembuka atau
pengantar, paragraf pembuka harus dibuat menarik atau memikat pembaca agar
mereka mau meneruskan masuk kedalam paragraf- paragraf selanjutnya[11].
Untuk maksud-maksud yang sifatnya khusus, dapat pula sebuah
paragraf dilengkapi dengan sitiran yang penting dari seorang tokoh,atau mungkin
juga dari seorang filsuf, sehingga paragraf pembuka itu benar-benar akan dapat
memiliki arti signifikan bagi pembaca dan pembaca bakal dapat terus masuk ke
dalam bagian-bagian yang selanjutnya. Untuk karanganilmiah yang bersifat
akademik-formal, bias pula dicantumkan latar belakang masalah dan permasalahan
yang hendak diangkat di dalam tulisan itu.
Demikian pula dengan tujuan penulisannya tidak juga dilarang
dimasukkan di dalam paragraf pembuka yang demikia ini. Sebagai wahana latihan,
cermatilah paragraf-paragraf berikut ini terutama bagian pembuka atau
pengantarnya. Adapun contohnya yaitu sebagai berikut :
“Secara umum dapat
dikatakan bahwa surat adalah alat untuk menyampaikan maksud secara tertulis.
Batasan itu mengandung pengertian yang sangat luas karena banyak sekali maksud
yang dapat dituangkan secara secara tertulis, misalnya karang berbentuk
artikel, makalah, skripsi, dan buku. Oleh sebab itu, batasan tersebut perlu
dipertegas lagi dengan penekanan bahwa maksud yang disampaikan melalui surat
dapat berupa permintaan, penolakan, dan sebagainya”.
b.
Paragraf Pengembang
Paragraf pengembang atau paragraf isi sesungguhnya berisi inti atau
esensi pokok beserta seluruh jabarannya dari sebuah kaya tulis itu sendiri.
Dengan paragraf pengantar, para pembaca budiman sesungguhnya dibawa dan
diarahkan untuk dapat masuk ke dalam paragraf –paragraf pengembang ini. Ukuran
dari paragraf pengembang tidak pernah ditentukan dalam sebuah karya ilmiah.
Banyak sedikitnya paragraf sesungguhnya tidak dapat digunakan sebagai parameter
baik atau tidaknya paragraf pengembang dari sebuah karya ilmiah. Bisa jadi,
paragraf pengembang yang berpanjang- panjang sama sekali tidak dapat
menyampaikan esensi dari karangan atau tulisan itu[12].
Demikian sebaliknya, paragraf
pengembangan yang hanya pendek saja tidak dapat digunakan sebagai peranti dan
justifikasi untuk mengatakan bahwa pargraf pengembang itu tidak baik. Jadi,
yang menjadi parameter atau ukuran itu adalah ketuntasan daripemaparan atau
penguraian tema karangan dan kalimat tesis yang ada dalam karangan atau tulisan
itu. Adapun contohnya sebagai berikut :
“Walaupun demikian, batasan di
atas masih belum mencakup tentang misi
dan pesan yang diemban oleh surat keseluruhan. Dalam pengertian sehari-hari, surat umumnya hanya dikenal sebagai
alat untuk menyampaikan berita secara
tertulis. Pengertian tersebut adalah pengertian sempit akibat dari anggapan
bahwa surat mengandung aspek yang lebih
luas meliputi informasi tertulis berupa rekaman kegiatan secara tertulis yang
dibuat dengan persyaratan tertentu”.
c. Paragraf
Penutup
Paragraf penutup bertugas mengakhiri
sebuah tulisan dan karangan. Semua karangan pasti diakhiri dengan paragraf
penutup untuk menjamin bahwa permasalahn yang di pampagkan pada awal paragraf
karangan itu terjawab secara jelas tegas dan tuntas di dalam paragraf-paragraf
pengembang, dan disimpulkan atau ditegaskan kembali di dalam paragraf penutup[13].
Jadi, isi paragraf penutup itu dapat
berupa simpulan atau penegasan kembali pemaparan yang telah disajikan
sebelumnya. Atau, adakalanya pula sebuah paragraf penutup berisi rangkuman dari
perinci-perinci jabaran yang telah dilakukan sebelumnya di dalam bagian isi
karangan atau tulisan.
Selain itu, paragraf penutup dalam
karangan ilmiah juga bertugas untuk meninggalkan bahan-bahan perenungan yang bias
disajikan di dalam bentuk kalimat Tanya reflektif dan retoris. Bukanlah maksud
dari pertanyaan itu untuk mengundang jawaban yang baru di dalam paragraf itu,
tetapi dengan pertanyaan itu, segala persoalan dan jawaban yang telah
disampaikan di dalam tulisan atau karangan itu dipersilakan untuk dibatinkan di
kedalam hati para pembaca budiman[14].
Adapun contohnya sebagai berikut :
“Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa pada dasarnya surat adalah informasi tertulis yang dapat
digunakan sebagai alat komunikasi tulis yang dibuat dengan persyaratan tertentu
yang khususnya berlaku untuk surat menyurat”.
2. Jenis Paragraf Berdasarkan Letak Kalimat Utama
a. Paragraf Deduktif
Adalah
paragraf yang kalimat topiknya terletak pada awal paragraf. Paragraf deduktif adalah
paragraf yang di mulai dari pernyataan yang bersifat umum, kemudian di turunkan
atau di kembangkan dengan menggunakan pernyataan pernyataan yang bersifat
khusus.
Pernyataan
yang bersifat khusus itu bisa berupa penjelas, perincian, contoh-contoh atau
bukti-buktinya. Karena paragraf itu di kembangkan dari pernyataan umum dengan
mengemukakan peryataan-pernyataan khusus dapatlah dikatakan bahwa penalaran
paragraf deduktif itu berjalan dari umum ke khusus. Adapun contohnya sebagai
berikut :
”
Olahraga akan membuat badan kita menjadi sehat dan tidak mudah terserang
penyakit. Fisik orang yang berolahraga dengan yang jarang atau tidak pernah
berolahraga sangat jelas berbeda. Contohnya jika kita sering berolahraga fisik
kita tidak mudah lelah, sedangkan yang jarang atau tidak pernah berolahraga
fisiknya akan cepat lelah dan mudah terserang penyakit.”
b. Paragraf Induktif
Sebaliknya
jika kalimat topik terletak pada akhir paragraf, paragraf tersebut disebut
paragraf induktif atau metode yang bertolak dari hal khusus untuk menentukan
hukum atau simpulan. Pernyataan khusus dapat berupa contoh-contoh dan
pernyataan umum itu berupa hukum atau simpulan. Paragraf induktif itu di
kembangakan dari contoh ke hukum atau simpulan. Adapun contohnya sebagai
berikut :
”
Yang menyebabkan banjir di Jakarta sangat jelas disebabkan oleh ulah manusia
itu sendiri. Contohnya saja masih banyak orang-orang yang buang sampah yang
tidak pada tempatnya. Selain itu masyarakat juga tidak peduli terhadap selokan
di sekitarnya. Oleh sebab itu maka seharusnya pemerintah setempat harus lebih
mensosialisasikan bahaya banjir kepada masyarakat. Supaya masyarakat dapat ikut
serta dalam bersosialisasi terhadap bahaya banjir. Dengan kata lain dapat
disimpulkan bahwa seluruh masyarakat dan pemerintah setempat harus menggalakan
supaya Jakarta bebas banjir dengan cara membuang sampah pada tempatnya dan
membersihkan selokan di sekitarnya.”
c. Paragraf Deduktif-Induktif
Ada
kalanya seorang penulis tidak cukup menegaskan pokok persoalannya pada kalimat
awal paragraf. Setelah menjelaskan isi kalimat topik atau memberikan perincian,
contoh-contoh, atau bukti-buktinya, penulis menuliskan simpulanya dengan sebuah
kaliamat pada akhir paragrafnya. Simpulan itu dapat berupa kaliamat awal
paragraf tersebut, dan dapat pula dengan sedikit di variasikan, tetapi makna
atau maksudnya sama. Paragraf semacam inilah yang di sebut paragraf campuran
atau deduduktif-induktif. Adapun contohnya sebagai berikut :
”Dalam
kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat dilepaskan dari komunikasi. Kegiatan
apa pun yang dilakukan manusia pasti menggunakan sarana komunikasi, baik sarana
komunikasi yang sederhana maupun yang modern. Kebudayaan dan peradaban manusia
tidak akan bias maju seperti sekarang ini tanpa adanya sarana komunikasi”.
d. Paragraf Ineratif
Paragraf Ineratif adalah
paragraf yang kalimat utamanya berada di tengah paragraf. Biasanya diawali
dengan gagasan penjelas sebagai pengantar, lalu disajikan gagasan utama sebagai
puncaknya. Setelah itu masih dilanjutkan dengan penjelas[15].
Adapun contohnya sebagai berikut :
“Etos kerja masyarakat Jepang sangat tinggi. Mereka juga
sangat berdisiplin. Masalah disiplin ini
sudah mendarah daging bagi mereka. Di mana-mana, baik di rumah, di jalan, di
tempat umum, maupun di kantor, semuanya sangat
disiplin. Masyarakat Jepang memang layak diteladani. Mereka rajin
membaca untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Di mana saja, asal ada
kesempatan, mereka membaca. Mereka melakukannya di dalam gerbong kereta yang
melaju, di stasiun, dan bahkan sampai berdiri antri beli tiket”.
e.
Paragraf Terbagi
Paragraf terbagi adalah suatu paragraf yang tidak memiliki
kalimat utama. Adapun contohnya sebagai berikut :
” Pagi hari itu aku berolahraga di sekitar lingkungan rumah.
Dengan udara yang sejuk dan menyegarkan. Di sekitar lingkungan rumah terdengar
suara ayam berkokok yang menandakan pagi hari yang sangat indah. Kuhirup udara
pagi yang segar sepuas-puasku.”
3. Jenis Paragraf Berdasarkan Isinya
Jika dilihat dari isinya, paragraf terdiri dari ekposisi,
narasi, persuasi, argumentasi, dan deskripsi.
a. Eksposisi
Eksposisi artinya paparan. Dengan paparan, penulis
menyampaikan suatu penjelasan dan informasi. Setalah membaca, seseorang akan
mengerti dan memhami apa yang disampaikan oleh penulis dalam paparan tersebut.
Yang termasuk jenis karangan ini biasanya adalah makalah, laporan, skripso,
disertai dan buku-buku pelajaran. Adapun contohnya swbagai berikut :
“Para pedagang daging sapi di pasar-pasar tradisional
mengeluhkan dampak pemberitaan mengenai impor daging ilegal. Sebab, hampir
seminggu terakhir mereka kehilangan pembeli sampai 70 persen. Sebaliknya,
permintaan terhadap daging ayam dan telur kini melejit sehingga harganya
meningkat”.
b. Narasi
Narasi artinya cerita. Dengan
cerita, penulis mengajak pembaca untuk sama-sama menikmati apa yang diceritakan
tersebut. Biasanya ciri yang dominan dari cerita adalah tokoh, latar, dan tema
cerita. Yang termasuk jenis karangan ini ialah roman, novel, cerpen, dan kisah.
Yang termasuk narasi nonfiksi misalnya sejarah, riwayat hidup, dan biografi[16].
Adapun contohnya sebagai berikut :
“Jam istirahat. Aldi tengah menulis
sesuatu di buku agenda sambil menikmati bekal dari rumah. Sesekali kepalanya
menengadah ke langit-langit perpustakaan, mengernyitakan kening,tersenyum dan
kembali menulis. Asyik sekali,seakan diruang perpustakaan hanya ada dia”.
c. Persuasi
Persuasi artinya bujukan. Dengan
persuasi, penulisan mempengaruhi pembaca supaya mengikuti kehendaknya. Termasuk
jenis tulisan ini ialah iklan. Adapun contohnya sebagai berikut :
“Dalam diri setiap bangsa Indonesia
harus tertanam nilai cinta terhadap sesama manusia sebagai cerminan rasa
kemanusiaan dan keadilan. Nilai-nilai tersebut di antaranya adalah mengakui dan
memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya, mengembangkan sikap
tenggang rasa dan nilai-nilai kemanusiaan. Sebagai sesama anggota masyarakat,
kita harus mengembangkan sikap tolong-menolong dan saling mencintai. Dengan
demikian, kehidupan bermasyarakat dipenuhi oleh suasana kemanusian dan saling
mencintai”.
d. Argumentasi
Argumentasi adalah jenis tulisan
yang memberikan alasan (argumen) berdasarkan fakta dan data. Dengan fakta dan
data, penulis berusaha meyakinkan pembaca sehingga tulisan itu diterima oleh pembacanya.
Yang termasuk jenis tulisan ini ialah semua karya ilmiah (makalah, skripsi, dan
disertasi)[17]. Adapun contohnya sebagai berikut :
“Sebagian anak Indonesia belum dapat
menikmati kebahagiaan masa kecilnya. Pernyataan demikian pernah dikemukakan oleh
seorang pakar psikologi pendidikan Sukarton (1992) bahwa anakanak kecil di
bawah umur 15 tahun sudah banyak yang dilibatkan untuk mencari nafkah oleh
orang tuanya. Hal ini dapat dilihat masih banyaknya anak kecil yang mengamen
atau mengemis di perempatan jalan atau mengais kotak sampah di TPA, kemudian
hasilnya diserahkan kepada orang tuanya untuk menopang kehidupan keluarga.
Lebih-lebih sejak negeri kita terjadi krisis moneter, kecenderungan orang tua
mempekerjakan anak sebagai penopang ekonomi keluarga semakin terlihat di
mana-mana”.
e. Deskripsi
Deskripsi artinya lukisan. Karangan
lukisan adalah jenis karangan yang menggunakan kata-kata untuk mendeskripsikan
sesuatu keadaan, peristiwa, atau orang. Dengan deskripsi tersebut, penulisan
mengajak pembaca untuk menikmati dengan pancaindra apa yang
dirasakannya.misalnya, jika situasi takut yang dirasakannya, dengan deskripsi,
penulis berusaha untuk mengajak pembaca kepada situasi takut itu. Ciri yang ada
pada karangan ini ialah detil atau rincian yang direkam oleh pancaindra penulis
dinyatakan secara jelas sampai kepada hal yang sekecil-kecilnya sehingga
pembaca ikut merasakn apa yang dialami oleh penulis. Yang dominan, jenis
tulisan ini terdapat dalam karya sastra seperti roman, novel, dan cerpen[18].
Adapun contohnya sebagai berikut :
“Gadis itu menatap Doni dengan
seksama. Hati Doni semakin gencar memuji gadis yang mempesona di hadapanya. Ya,
karena memang gadis didepannya itu sangat cantik. Rambutnya hitam lurus hingga
melewati garis pinggang. Matanya bersinar lembut dan begitu dalam, memberikan
pijar mengesankan yang misterius. Ditambah kulitnya yang bersih, dagu lancip
yang menawan,serta bibir berbelah, dia sungguh tampak sempurna”.
BAB
III
KESIMPULAN
Sehubungan dengan penjelasan diatas
dapat disimpulkan:
1. Paragraf adalah
kalimat-kalimat yang berhubungan untuk membicarakan satu topik tertentu.
2.
Dalam menyusun paragraf yang baik, seorang penulis dituntut untuk
memperhatikan syarat paragraf yang baik, yaitu kesatuan, kepaduan (koherensi),
dan kelengkapan.
3.
Berdasarkan posisi dalam suatu karangan atau tujuan paragraf
dibedakan menjadi paragraf pembuka, paragraf pengembang, dan paragraf penutup.
4.
Berdasarkan letak kalimat utama paragraf dibedakan menjadi paragraf
deduktif, paragraf induktif, paragraf deduktif-induktif (campuran), paragraf
terbagi, dan paragraf ineratif.
5.
Berdasarkan isi paragraf dibedakan menjadi paragraf eksposisi,
paragraf narasi, paragraf persuasi, paragraf argumentasi, dan paragraf
deskripsi.
DAFTAR
PUSTAKA
A. Gani, Ramlan dan
Mahmudah Fitriyah ZA. Disiplin Berbahasa Indonesia. Jakarta: FITK Press,
2010.
M. Kuntarto, Niknik. Cermat
dalam Berbahasa Teliti dalam Berpikir. Jakarta: Mitra Wacana Media, 2010.
Rahardi, Kunjana. Bahasa
Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Erlangga, 2009.
Anonim. Makalah
Paragraf. http://cewek-embun.blogspot.com/2011/11/makalah-paragraf.html. 2010. Diakses tanggal 23 April 2013, pukul
11.45 WIB.
Yadi. Paragraf
Ineratif. http://www.yadi82.com/2011/09/definisi-dan-contoh-paragraf-ineraktif.html. 2011.
Diakses tanggal 23 April 2013,
pukul 15.38 WIB.
[1] A.
Gani, Ramlan, dan Mahmudah Fitriyah ZA, Disiplin Berbahasa Indonesia
(Jakarta: FITK Press, 2010),hlm. 85
[2] A.
Gani, Ramlan, dan Mahmudah Fitriyah ZA, Disiplin Berbahasa Indonesia
(Jakarta: FITK Press, 2010),hlm. 85
[3]
Anonim, “Makalah Paragraf”, http://cewek-embun.blogspot.com/2011/11/makalah-paragraf.html
[4] A.
Gani, Ramlan, dan Mahmudah Fitriyah ZA, Disiplin Berbahasa Indonesia
(Jakarta: FITK Press, 2010),hlm. 86
[5]
Rahardi, Kunjana, Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi (Jakarta:
Erlangga,2009), hlm. 101
[6]
Rahardi, Kunjana, Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi (Jakarta:
Erlangga,2009), hlm. 102
[7] A.
Gani, Ramlan, dan Mahmudah Fitriyah ZA, Disiplin Berbahasa Indonesia
(Jakarta: FITK Press, 2010),hlm. 86
[8] M.
Kuntarto, Niknik, Cermat dalam Berbahasa Cermat dalam Berpikir (Jakarta:
Mitra Wacana Media,2010),hlm. 156
[9] M.
Kuntarto, Niknik, Cermat dalam Berbahasa Cermat dalam Berpikir (Jakarta:
Mitra Wacana Media,2010),hlm. 158
[10]
Rahardi, Kunjana, Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi (Jakarta:
Erlangga,2009), hlm. 121
[11]Ibid,
hlm. 122
[12]
Rahardi, Kunjana, Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi (Jakarta:
Erlangga,2009), hlm. 123
[13]Ibid,
hlm. 125-126
[14]
Rahardi, Kunjana, Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi (Jakarta:
Erlangga,2009), hlm. 126
[15]
Yadi, “Paragraf Ineratif”, http://www.yadi82.com/2011/09/definisi-dan-contoh-paragraf-ineraktif.html.
[16]
A. Gani, Ramlan, dan Mahmudah Fitriyah ZA, Disiplin Berbahasa Indonesia
(Jakarta: FITK Press, 2010),hlm. 93-94
[17]
A. Gani, Ramlan, dan Mahmudah Fitriyah ZA, Disiplin Berbahasa Indonesia
(Jakarta: FITK Press, 2010),hlm. 98
[18]
A. Gani, Ramlan, dan Mahmudah Fitriyah ZA, Disiplin Berbahasa Indonesia
(Jakarta: FITK Press, 2010),hlm. 99
Langganan:
Postingan (Atom)